Pokok cincau yang tumbuh di bagian tengah kebun itu telah berusia tua. Cincau adalah jenis tanaman merambat namun saking tuanya batang-batangnya bertautan macam sulur-sulur beringin berwarna abu-abu. Daunnya tumbuh rimbun, amat subur, Paling bagus bila dipetik pada sore hari kemudian diperas dalam saringan setelah dibubuhi air dan air hijau dari perasan tersebut tak lama kemudian akan mengental berbentuk seperti jelly. Sungguh sedap minum cincau hijau dengan kolang-kaling dan sirup Frambose.
Di bawah pokok cincau selalu terdapat sebuah periuk tanah liat berisi air, tepat di bawah akar pokok tersebut sehingga akarnya selalu memperoleh air. Di dekat periuk itu terletak sebongkah batu wungkal yaitu batu pengasah pisau. Di sanalah selalu tempat paman serta ayahku mengasah pisau-pisau buatan mereka sendiri. Bilah pisau itu dibuat dari bekas gergaji besi yang terbuat dari baja, tajamnya luar biasa.
Pisau itu dipakai di dapur untuk mengiris daging maupun sayur.
Meminum es cincau ternyata sehat untuk kita karena cincau konon adalah pencegah darah tinggi, kanker dan panas dalam. Hampir setiap hari kami menikmati minuman segar dengan cincau hijau tersebut.
Di bawah naungan pokok cincau terdapat kandang burung parkit. Kami selalu memiliki sekitar 6 pasang parkit yang hidup rukun beranak pinak di bawah naungan pokok cincau.
Sehabis mencuci daging dengan air, nenek selalu teringat pada para pohon di kebun. Air bekas cucian daging ditaruh dalam waskom dan nenek selalu berkata pada kami para cucunya :" Nah, sekarang siramkan air ini ke pokok Cincau..ingat kan, kemarin air dagingnya disiramkan ke pokok jeruk nipis, kemarinnya lagi ke pohon Srikaya..yang ini untuk si Cincau! Bergilir, jangan lupa!" Kami pun menyiramkan air daging secara bergantian ke pohon-pohon di kebun, selalu mmementingkan pohon-pohon yang berukuran kecil atau pokok-pokok tanaman rambat, semua mendapat jatahnya masing-masing. Ketika menyiram itu, kami membayangkan "mereka" minum "obat kuat", kenyataannya daun-daunnya makin lebat dan buah-buah yang dihasilkan makin mantap dan yang menikmati semua itu adalah kami-kami juga.
Saturday, August 19, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
Nenek hebat ya, bisa inget giliran jatah siraman tanpa perlu organizer kaya aku...
Post a Comment